Tuesday, November 2, 2010

MENGEJAR BEASISWA TUK MERINGANKAN ORTU

                         MENGEJAR BEASISWA TUK MERINGANKAN ORTU
Aduh... ribet banget kalau pengin dapatbeasiswa. Kudu menuhin berbagai syarat, baru dapat! Wara-wiri ke sana lah...ke sini lah... rumit deh! Itupun kalau dapat. Persaingan yang ketat, nggak jarang membuat jatuh banyak korban.

Jadi nggak salah dong kalo kita menyebut beasiswa sebagai barang mewah. Nggak semua bisa dapat, ataupun mampu meraihnya. Tapi, segala kerumitan itu nggak membuat responden kapok berburu beasiswa.

Dari 37,5 persen responden yang pernah hunting beasiswa, separo lebih (65,5 persen) sukses sesuai harapan. Itu karena mereka punya bekal yang mantap dalam berburu beasiswa. Sebanyak 54,2 persen pengin dapat beasiswa demi meringankan beban ortu. Sedangkan 15,8 persen yang lain, pede karena nilai mereka bagus. Sementara 15 persen lainnya karena dapat rekomendasi.

Seperti pengungkapan Ali Fikri dari ITS berikut. "Sejak pertama kuliah, sudah berulang kali aku ajukan beasiswa," katanya. Segala persyaratan administrasi yang ditentukan, dengan segera langsung dipenuhi. "Untuk dapat tuh nggak bisa setengah-setengah, kudu total usahanya!," papar cowok asal Madiun ini.

Beberapa syarat pun wajib dipenuhinya, seperti menyertakan surat keterangan dari rumah tinggal, faktur rekening listrik, rekening air, surat keterangan dari kampus, banyak banget deh yang musti diurusnya. "Sempet putus asa juga sih ngurus kelengkapan administrasi," imbuhnya. Karena niatnya meringankan beban ortu, Ali terus mengumpulkan asa yang tersisa. "Aku berhasil dapat. Lumayan Rp 5 juta untuk lima semester."

Linda Wahyuni dari UWK juga punya tekad serupa. "Kedua ortuku sudah meninggal. Sekarang yang membiayai kuliah ku kakak perempuanku. Aku kasihan lihat dua banting tulang demi aku," paparnya sedih.

Tekadnya yang bulat membuatnya giat mencari beasiswa. "Kebanyakan pemberi beasiswa menuntut kita harus aktif di kampus. Jadi, berbagai kegiatan kampus kuikuti. Mulai panitia ini dan itu. Pengurus ini-itu. Aku juga terus meningkatkan IP, sembari jadi aktivis kampus," imbuhnya. Terdengar susah memang, tapi ini nih yang patut diacungi jempol.

Wahyu Widiyanto punya kisah sama. Cowok Unesa ini, nggak kalah dahsyat berburu beasiswa. Persyaratan beasiswa yang dia lirik, mengharuskannya membuat suatu karya ilmiah sebagai prasyarat.

"Demi beasiswa yang lumayan besar, aku bela-belain mengadakan penelitian mengenai pemasaran produk," paparnya. Nggak cuma itu, Wahyu pun diwajibkan untuk menyertakan surat kelakuan baik dari daerah asalnya. "Mau nggak mau aku harus balik ke Jogyakarta untuk mengurus surat kelakuan baik," keluhnya.

Jalan yang lebih mulus, dirasakan Sholechah Noor dari SMA Dapena 2. Dia berhasil meraih beasiswa karena nilainya cemerlang. "Waktu itu aku berhasil menduduki peringkat tiga besar," tutur Sholechah. Dia mengaku nggak terlalu sulit memperjuangkan dirinya untuk mendapatkan beasiswa dari sekolahnya. "Karena nilaiku yang bisa dibilang bagus, jalanku terasa mulus banget untuk mendapatkan beasiswa itu."

Tekad membantu ortu ataupun nilai yang bagus adalah modal utama untuk mendapatkan beasiswa. Tapi ternyata nggak cuma itu, orang yang merekomendasikan pemohon beasiswa pun, mau nggak mau punya peranan penting. Seperti pengakuan Agnes Dwi.

"Kebetulan perusahaan tempat ayahku bekerja mengadakan program beasiswa," tutur cewek asal Unair ini. Informasi terpercaya dari ayahnya, membuat Agnes dengan segera memenuhi berbagai persyaratan yang ada. "Syaratnya sih standar, tapi aku punya keyakinan kuat kalau bakal dapat beasiswa itu."

Benar saja, rekomendasi ayahnya mampu membuahkan hasil yang gembira untuk Agnes. "Lumayan lah, untuk nambah uang jajan." Wah, oke juga ayahmu.

Hal yang perlu kita catat, segala sesuatu yang indah, nggak bisa didapatkan dengan cuma-cuma. Jadi jangan keburu menyerah dulu kalau memperjuangkan beasiswa. Coba...coba...coba terus!

Pintarnya Dobel-Dobel

Orang kaya berburu perhiasan, orang alim berburu kebajikan, kalau orang pintar berburu beasiswa. Masa sih? Aiiihh, nggak percaya amat! Khusus untuk yang terakhir, si Det udah kroscek dengan responden. Mereka sepakat memberikan label "pintar" pada orang yang rajin mengejar schoolarship.

"Beasiswa selamanya selalu identik dengan kepandaian. Baik akademis maupun non akademis. Beasiswa nggak mungkin diperuntukkan bagi yang biasa-biasa aja. Mereka yang berani berburu beasiswa, pasti punya kelebihan," ujar Jessica di Psikologi Untag.

Jessica menolak anggapan bahwa beasiswa itu khusus untuk orang menengah ke bawah. Buktinya, meski berasal dari keluarga mampu, dia berhasil menyabet beasiswa saat SMA dan kuliah semester awal. "Aku bebas bayar SPP selama beberapa lama. Senang rasanya! Semua itu kuperoleh karena prestasi dan nilai-nilaiku yang tinggi," ujarnya.

Hal serupa diungkapkan Abdurahman Al-Hakim. Pelajar SMAN 1 kelas 10 A ini menyatakan salut pada para pemburu beasiswa. Bagi Abdur, sapaan akrabnya, kepandaian peraih beasiswa itu double-double. "Mereka pandai dalam pelajaran, pandai membahagiakan ortu, dan pandai memanfaatkan keadaan. Pokoknya hebat!" katanya.

Mudji Astuti dari SMA Widya Darma berbeda pendapat. Dia mengklaim para pengejar beasiswa sebagai orang yang kreatif. Mereka lihai melihat peluang dan kesempatan. "Sebagai sumber dana yang potensial, tentu aja orang kreatif nggak bakal menyia-nyiakan beasiswa. Sayang banget dilewatkan," ucap Mudji.

Dara yang piawai bermain volly ini sibuk mempersuasi semua orang berburu mahasiswa. Selama ada tawaran, sebaiknya diambil! Cuekin semua citra buruk tentang beasiswa. "Jangan khawatir dibilang serakah. Anggap beasiswa itu sebagai pemicu semangat belajar," ujarnya.

No comments: