Thursday, April 25, 2013

Cyberlaw



Cyberlaw adalah hukum yang digunakan di dunia cyber (dunia maya), yang umumnya diasosiasikan dengan Internet. Cyberlaw dibutuhkan karena dasar atau fondasi dari hukum di banyak negara adalah "ruang dan waktu". Sementara itu, Internet dan jaringan komputer mendobrak batas ruang dan waktu ini.

Hukum konvensional digunakan untuk mengatur citizen. Semenatra itu cyberlaw digunakan untuk mengatur netizen. Perbedaan antara citizen dan netizen ini menyebabkan cyberlaw harus ditinjau dari sudut pandang yang berbeda.

Perkembangan tehnologi informasi telah berkembang sedemikian rupa. Cyber Law ” ( hukum internet ) merupakan pengaturan dalam tehnologi informasi ( TI ) yang istilahnya berasal dari cyber space law . Cyber Law meliputi setiap aspek yang berhubungan dengan orang per orang atau subyek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan tehnologi internet yang dimulai saat memasuki dunia cyber / dunia maya. “Cyber Law” akan memainkan peranannya dalam dunia masa depan , karena nyaris tidak ada lagi segi kehidupan yang tidak tersentuh oleh keajaiban tehnologi dewasa ini dimana kita perlu sebuah perangkat aturan ” main ” didalamnya ( virtual world ). Seperti diketahui bahwa materi hukum komputer dan tehnologi dalam pembahasan secara umum meliputi hak milik atas kekayaan intelektual ( HAKI ) , atau intelectual property ( yang menyangkut paten, copyright, rahasia dagang, kontrak komputer ( hardware, software, personnel, service, sale and lease ), perbuatan melawan hukum di bidang komputer ( computer torts ) , kebebasan dan informasi rahasia ( privacy and confidential information ) , serta bukti ( computer and evidence ).Penggunaan / transaksi kartu kredit lewat Net Phone Banking, On-line Banking, digital money, digital signature, E-Commerce, dan masih banyak lagi, kemudian masalah domain name, spamming / junk mail, meta tagging dan hal-hal baru yang terjadi akibat adanya dunia cyber / maya tersebut. Masalah privacy , kebebasan bicara dan hak-hak dasar manusia yang nilai-nilainya mulai berubah sejalan dengan meningkatnya tehnologi cyber / dunia maya.
Puncak permasalahannya adalah masalah yurisdiksi, baik mengenai kewenangan membentuk undang-undang, mengadili maupun pelaksanaan eksekusinya, karena dunia cyber yang luas jangkauannya. Dalam bukunya Prof.Muladi,SH. menjelaskan , ada tiga yurisdiksi yang dapat diterapkan dalam dunia cyber space. Pertama, yurisdiksi legislatif dibidang pengaturan, kedua , yurisdiksi judicial, yakni kewenangan negara untuk mengadili atau menerapkan kewenangan hukumnya, ketiga, yurisdiksi eksekutif untuk melaksanakan aturan yang dibuatnya.”Cyber Law” itu sendiri lebih berdimensi internasional sehingga kemungkinan perumusan mengenai “Cyber Law” itu bisa berbeda antar negara yang satu denga negara yang lainnya. Konsekwensinya bagi negara yang menganggap masalah itu bukan cyber crime akan bertabrakan dengan negara yang menganggap itu sebagai cyber crime, sehingga dalam perumusanCyber Law” perlu adanya harmonisasi hukum serta integrasi dari norma-norma hukum yang ada dan lebih luas demi menyamakan hukum, terlepas dari prinsip teritorial dan prinsip nasionalitas aktif negara dalam permasalahan “Cyber Law” tersebut.
PERKEMBANGAN CYBER LAW DI INDONESIA
Menggunungnya permasalahan “Cyber Law ” yang telah terjadi maupun yang akan terjadi sewaktu-waktu ,dalam kaitannya jika dilihat dalam peraturan per undang-undangan yang konvensional, maka perbuatan pidana di bidang komputer dan ruang cyber adalah penipuan, pemalsuan pemberian informasi, hacking, pengrusakan data, dan pembajakan, yang merupakan indikator seberapa penting diberlakukannya “Cyber Law” di indonesia.Walaupun penggunaan internet di indonesia dapat dikatakan masih pada level rendah, tapi akibat terjadinya masalah-masalah “Cyber Law” baik karena pengaruh bisnis maupun yang berupa cyber crime, sudah meluas sehingga sudah sangat perlu adanya perlindungan hukum bagi masyarakat yang terganggu kepentingannya sedangkan ketentuan hukum yang dapat digunakan untuk menyeret pelaku cyber crime baru terbatas pada ketentuan UU No 36 tahun 1999 tentang telekomunikasi ,khususnya pada pasal 22 yang melarang akses secara tidak sah atau melakukan manipulasi atas jaringan telekomunikasi , jasa telekomunikasi ,dan jaringan telekomunikasi khusus,selain dengan UU No 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta,UU No 13 tahun 1997 tentang paten, UU No 8 tahun 1997 tentang dokumen perusahaan.
Tentang perkembangan “Cyber Law ” di indonesia terdapat perbedaan pendapat tentang perlu tidaknya membentuk aturan per undang-undangan baru dengan merumuskan tindak pidana atau kejahatan komputer dan cyber, menurut Prof.Barda Nawawi,SH. yang tidak setuju beralasan bahwa perumusan kejahatan komputer baru akan ketinggalan dengan cepatnya perkembangan tehnologi, undang-undang konvensional ( KUHP ) masih dapat dipergunakan dan perlu menghemat peraturan yang baru. Sedangkan yang memberi alasan perlunya dibuat aturan khusus , bahwa hukum pidana yang ada tidak siap menghadapi kejahatan komputer, untuk menghadapi white collars crime tindak pidana komputer adalah pidana khusus oleh karena itu perlu hukum khusus. Dari hal-hal tersebut diatas maka perlu dilihat landasan fundamentalnya yang ada dalam aspek yuridis,yang mengatur laulintas internet sebagi sebuah rezim hukum khusus.Di dalam RUU KUHP Nasional yang baru yang sebenarnya telah disosialisasikan sejak lam namun gaungnya tidak terasa dan nyatanya tidak mengatur sama sekali masalah cyber crime, hal ini tentu wajar mengingat ketentuan peraturan tentang “Cyber Law” bersifat lex specialis.Oleh karena itu pengaturannya lebih tepat apabila dibentuk UU Pidana khusus tentang “Cyber Law” ,seperti UU Korupsi dan Narkotika.Hal ini sesuai dengan kerangka yang dibuat oleh Prof.I.S.Susanto,SH. mengenai pembentukan “Cyber Law” ,yang mana pemerintah agar dapat mengontrol pengguna internet dengan badan peradilan yang ada, terlebih dahulu pemerintah harus aktif mengadakan kerjasama internasional dalam hal pembentukan suatu organisasi atau peraturan bersama yang berkaitan dengan “Cyber Law” tersebut.
Selanjutnya pemerintah itu sendiri yang membentuk dan merumuskan “Cyber Law” di negaranya.Namun hal ini belum terjadi di indonesia karena masih adanya perbedaan pendapat mengenai seberapa pentingnya “Cyber Law” di indonesia dikalangan pemerintah, praktisi , maupun akademisi.Ternyata permasalahan “Cyber Law” itu tidak seimbang dengan kepedulian pemerintah, praktisi, maupun akademisi.Hal ini dapat terlihat baru adanya RUU Cyber Law yang diajukan ke DPR pada beberapa bulan yang lalu.Keterlambatan inisiatif dalam pembentukan RUU Cyber Law karena DPR masih bersifat “menunggu” sedangkan pihak akademisi dan praktisi itu ” mendua” karena disebagian pihak masih ada rasa pesimis terhadap RUU Cyber Law tersebut.Rasa pesimis itu cukup beralasan karena perkembangan tehnologi semakin cepat membuat hukum itu tidak dapat menjangkaunya atau hukum itu selalu ketinggalan ataupun justru hukum itu yang akan menghambat perkembangan tehnologi,telekomunikasi dan informasi mengharuskan kita agar tanggap dalam memikirkan dan pendekatan untuk melakukan penyempurnaan hukum yang berlaku dengan menjalankan kebijakan regulasi . Walaupun demikian indonesia telah mengambil langkah guna menyelesaikan permasalahan “Cyber Law” dengan akan dibentuknya RUU “Cyber Law ” dan diharapkan dapat melindungi nettizen ( citizen dalam cyber space ), menjamin jasa provider, dan mencegah aktifitas yang perlu diwaspadai.

No comments: